Tak pernah di mengerti jalan takdirmu. Ketika tak ada lagi tumpuan rasa, muncul cela cahaya diujung asa. Ketika tak mampu lagi berdiri dan hampa, ada senyum terindah dari banyangan itu sebagai pengobat lara. Senyum yang tak pernah aku dapat dan dilihat. Sebuah pengorbanan waktu dan rasa untuk melihatnya kembali. Setiap detik, setiap menit menunggu akan hadirnya bayangan itu. Hingga aku jatuh tertidur karena lelah menunggunya.
Tetesan mutiara yang keluar dari kelopak mata tak dapat dibendung lagi. Raga muram durja menahan amarah hingga mengutuk diri, yang tak bisa melawan pilu dan cemburu dihati. Mungkinkah akan bertemu senyum dari bayang-bayang kebencian. Apa mungkin bayangan itu datang jika senyum tak pernah lagi ingin berteman denganku.
Kebencian dan keramahan dua kata yang bertentangan dalam pikiran. Keduanya seakan memberontak dalam pikiranku, yang tak pernah dapat aku padamkan. Tak pernah niat untuk membenci karena rasa yang lara. Ketika ramah tak pernah dapatkan lagi senyum itu. Tak banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencari jawaban pikiran tentang bayangan itu. Hanya waktu yang menemani raga untuk setia berada dalam penantian.
Rintikan hujan yang membasahi bumi, seakan marah melihat tindakan yang bodoh itu. Air yang membasahi seluruh tubuh akan membawa kedamaian rasa, yang menimbulkan cahaya jauh diujung lara. Asa yang hanya sebuah titik kecil tak cukup untuk sebuah penerangan jiwa. Namun,tak pernah sesali setiap kisah yang terjadi. Semakin lengkap ku tulis dari setiap kisah yang terangkum. Kisah yang akan diceritakan jika bertemu bayangan itu. Seakan membawa senyuman itu datang kembali.