Jeritan Kebahagian
Aku telah meninggalkan tahap ke II dengan senyuman kebahagian mereka (keluarga). Dengan pakaian toga dan topi hitam yang memiliki sumbu berwarna kuning telah bergeser kekanan, maka resmi menjadi seorang sarjana sosial. Tawa bahagia yang tersirat didalam diri dan terpancar dari raut wajah keduanya yang tak muda lagi. Orang yang telah memenuhi kebutuhan ku selama ini. Terima kasih ma, pa.
Kebahagian yang tak terbendung dari seorang lelaki tua yan renta dan pendampingnya yang setia itu. Terlihat dari sorot mata mereka yang berkaca-kaca saat menatapku. Pelukan erat dari mereka yang hangat membuatku terharu.
Keberhasilan yang ku capai saat ini, hasil dari semua suara-suara sumbang yang selalu menghantui setiap langkahku. Suara sumbang itu berasal dari pesan si mama, papa, kakek, kedua sahabatku, dan keinginan ku akan sebuah prestise yang ada dalam diriku. Ucapan dan wajah mereka selalu terngiang di otak ku. Hampir ku Tak sanggup melawan nya. Hingga menyesak dada dan jantung yang berdetak berdetak lebih kencang seperti diatas sepeda motor dengan kecepatan 90 km/jam. Sakit sekali.
Namun semua proses yang aku jalani untuk mencapai tahap ke II ini, menambah satu cerita unik yang akan ku ceritakan ke anak cucu nanti…