Selamat datang di blog qibo, kalipertama. Disini ada banyak cerita dituliskan. yang pasti semua aku dilakukan pertama kali.
Rabu, 28 Desember 2011
Kerinduan
Pada suatu hari nanti
Ku tau jasadku tak akan nada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Ku tau pada suatu hari nanti
Suaraku tak akan terdengar lagi
Tapi diantara nada-nada sajak ini
Kau akan tetap ku awasi
Ku tau pada suatu hari nanti
Impianku pun tak di kenal lagi
Namun diantara sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan susah payah mencariku
Minggu, 02 Oktober 2011
mungkin ini foto pertama dan terakhir untuk berdua, tak ada lagi tentang nya dan mereka. tapi waktu di pantai itu, aku sangat merasakan gembira, sampai tak bisa diungkapkan dengan kata dan kaliamt. membuatnya tertawa dan masuk ke komunitas ku. tak menyesal aku bertemu dengan mu.
Senin yang cerah, takk secarah hati ku. aku berjalan dengan sepeda motor menuju kantor, tanpa kata dan senyuman. tak tahu hal apa yang buat aku seperti ini. kau tau Ri, hati beku dan perasaan dingin. enggan untuk ngomong dengan orang yang ada disekeliling. semua ruangan serasa hampa dan kosong. bunyi ketikatan ku nyaris tak terdengar. ketika ada perkataan yang sedikit menyinggung, darah terus mendidih. tak peduli siapa yang pun itu. pintu aku tutup dan aku mulai merenung. sesaat tak terasa tetesan mutiara hati jatuh perlahan membasahi dinding pipiku. aku rindu dengan orang-orang yang pernah menjadi tempat ku membagi suka dan duka. apa kabar kalian?. maafkan aku jika terlalu egois dan jika pekataan ku pernah menyakiti kalian.
Selasa, 05 April 2011
Nikita Willy Lebih Dari Indah
bergetar hati ini saat mengingat dirimu
mungkin saja diri ini tak terlihat olehmu
aku pahami itu
reff: bagaimana caranya agar kamu tahu bahwa kau lebih dari indah di dalam hati ini lewat lagu ini ku ingin kamu mengerti aku sayang kamu, ku ingin bersamamu
meski ku tak pernah tahu kapan kau kan mengerti ku coba tuk berharap
Tak pernah di mengerti jalan takdirmu. Ketika tak ada lagi tumpuan rasa, muncul cela cahaya diujung asa. Ketika tak mampu lagi berdiri dan hampa, ada senyum terindah dari banyangan itu sebagai pengobat lara. Senyum yang tak pernah aku dapat dan dilihat. Sebuah pengorbanan waktu dan rasa untuk melihatnya kembali. Setiap detik, setiap menit menunggu akan hadirnya bayangan itu. Hingga aku jatuh tertidur karena lelah menunggunya.
Tetesan mutiara yang keluar dari kelopak mata tak dapat dibendung lagi. Raga muram durja menahan amarah hingga mengutuk diri, yang tak bisa melawan pilu dan cemburu dihati. Mungkinkah akan bertemu senyum dari bayang-bayang kebencian. Apa mungkin bayangan itu datang jika senyum tak pernah lagi ingin berteman denganku.
Kebencian dan keramahan dua kata yang bertentangan dalam pikiran. Keduanya seakan memberontak dalam pikiranku, yang tak pernah dapat aku padamkan. Tak pernah niat untuk membenci karena rasa yang lara. Ketika ramah tak pernah dapatkan lagi senyum itu. Tak banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencari jawaban pikiran tentang bayangan itu. Hanya waktu yang menemani raga untuk setia berada dalam penantian.
Rintikan hujan yang membasahi bumi, seakan marah melihat tindakan yang bodoh itu. Air yang membasahi seluruh tubuh akan membawa kedamaian rasa, yang menimbulkan cahaya jauh diujung lara. Asa yang hanya sebuah titik kecil tak cukup untuk sebuah penerangan jiwa. Namun,tak pernah sesali setiap kisah yang terjadi. Semakin lengkap ku tulis dari setiap kisah yang terangkum. Kisah yang akan diceritakan jika bertemu bayangan itu. Seakan membawa senyuman itu datang kembali.
Pekerjaan yang ringan, namun memiliki tanggungjawab langsung berada dibalik jeruji besi. Status pekerjaanannya pun juga menjadi jaminan.
Siang itu, pancaran cahayanya menembus sela dedaunan. bagai lampu dengan daya 1000 volt. Ujung-ujungnya bak pisau belati ketika langsung tersentuh kulit. Jauh disudut kiri parkiran mobil depan Fakultas Ekonomi dan Fakultas Keguruan dan Pendidikan, terdengar lengkingan khas suara pluitnya.
Seragam lengkap tak pernah lepas dari tubuhnya saat bertugas. Topi yang setia menemainya dari terik panas mataharai dan hujan. Kemeja putih lengkap dengan atribut dikanan dan kiri. Satpam UMSU, Dede Pramana rapi dipintal oleh jarum menggunakan benang hitam. Letaknya tepat berada di dada membuat bangga akan pekerjaannya.
Sambil menganyunkan tangan maju mundur, dia menata rapi mobil yang masuk. “Terus… terus… balas ke kanan , balas ke kiri dikit….. oouup…,” teriak kecil Dede.
Selesai satu mobil. Bukan berarti selesai tugasnya. Menyusul mobil yang lain. Meski ringan, namun melelahkan. Halaman central UMSU sebenarnya khusus untuk parkir mobil, tetapi masih banyak sepeda motor yang masuk dan parkir semebarang.
“Sebenarnya kalau saja semua mahasiswa mematuhi peraturan yang berlaku, maka parkir tidak akan semraut,” tuturnya kesal.
Tenda warna orange berukuran 1.5 x 1.5 m,satu meja dan dua kursi sebagai tempat berteduh melepas lelah. Wartini salah satu satpam UMSU wanita, saat ini bekerja dijam yang sama dengan Dede, menjadi temannya berkisah mulai pagi sampai siang. Sore sampai malam sudah berganti yang bertugas.
Pekerjaan yang mereka lakukan tak setimpal dengan upah perbulan yang mereka peroleh. Apa lagi mereka mengemban dua tugas sekaligus, sebagai menjaga keamanan dan juru parkir kampus. Andaikan kita bisa mendengar jeritan hati seorang satpam. Tak kan pernah kita membentaknya, yang hanya karena ingin melaksanakan tugas demi sekarung beras.
Mereka hanya menjalankan tugas sebagai satpam. Memperketat keamanan, khususnya dalam hal kenderaan bermotor. Setiap sepeda motor yang keluar dari parkiran wajib menunjukan Surat Tanda Kenderaan Bermotor (STNK). Kita semua sudah pasti tahu tujuan untuk apa.
Namun, mahasiswa tak pernah memahami hal itu. Betapa berat tanggungjawab yang mereka pikul. “Mahasiswa ini, diminta tunjukin STNK saja pake marah-marah,” ujar wartini. Padahal semua dilakukan untuk keamanan.
Mereka tak bisa bertindak banyak. Mereka pasrah. Meskipun begitu, diantara mahasiswa yang bandal masih banyak mahasiswa yang memiliki hati nurani. Setidaknya, meringankan pekerjaan meraka.
Pekerjaan yang ringan, namun memiliki tanggungjawab langsung berada dibalik jeruji besi. Status pekerjaanannya pun juga menjadi jaminan.
Siang itu, pancaran cahayanya menembus sela dedaunan. bagai lampu dengan daya 1000 volt. Ujung-ujungnya bak pisau belati ketika langsung tersentuh kulit. Jauh disudut kiri parkiran mobil depan Fakultas Ekonomi dan Fakultas Keguruan dan Pendidikan, terdengar lengkingan khas suara pluitnya.
Seragam lengkap tak pernah lepas dari tubuhnya saat bertugas. Topi yang setia menemainya dari terik panas mataharai dan hujan. Kemeja putih lengkap dengan atribut dikanan dan kiri. Satpam UMSU, Dede Pramana rapi dipintal oleh jarum menggunakan benang hitam. Letaknya tepat berada di dada membuat bangga akan pekerjaannya.
Sambil menganyunkan tangan maju mundur, dia menata rapi mobil yang masuk. “Terus… terus… balas ke kanan , balas ke kiri dikit….. oouup…,” teriak kecil Dede.
Selesai satu mobil. Bukan berarti selesai tugasnya. Menyusul mobil yang lain. Meski ringan, namun melelahkan. Halaman central UMSU sebenarnya khusus untuk parkir mobil, tetapi masih banyak sepeda motor yang masuk dan parkir semebarang.
“Sebenarnya kalau saja semua mahasiswa mematuhi peraturan yang berlaku, maka parkir tidak akan semraut,” tuturnya kesal.
Tenda warna orange berukuran 1.5 x 1.5 m,satu meja dan dua kursi sebagai tempat berteduh melepas lelah. Wartini salah satu satpam UMSU wanita, saat ini bekerja dijam yang sama dengan Dede, menjadi temannya berkisah mulai pagi sampai siang. Sore sampai malam sudah berganti yang bertugas.
Pekerjaan yang mereka lakukan tak setimpal dengan upah perbulan yang mereka peroleh. Apa lagi mereka mengemban dua tugas sekaligus, sebagai menjaga keamanan dan juru parkir kampus. Andaikan kita bisa mendengar jeritan hati seorang satpam. Tak kan pernah kita membentaknya, yang hanya karena ingin melaksanakan tugas demi sekarung beras.
Mereka hanya menjalankan tugas sebagai satpam. Memperketat keamanan, khususnya dalam hal kenderaan bermotor. Setiap sepeda motor yang keluar dari parkiran wajib menunjukan Surat Tanda Kenderaan Bermotor (STNK). Kita semua sudah pasti tahu tujuan untuk apa.
Namun, mahasiswa tak pernah memahami hal itu. Betapa berat tanggungjawab yang mereka pikul. “Mahasiswa ini, diminta tunjukin STNK saja pake marah-marah,” ujar wartini. Padahal semua dilakukan untuk keamanan.
Mereka tak bisa bertindak banyak. Mereka pasrah. Meskipun begitu, diantara mahasiswa yang bandal masih banyak mahasiswa yang memiliki hati nurani. Setidaknya, meringankan pekerjaan meraka.